2025-08-03 | admin
Pilihan Wanita Lebih Utama Shalat di Rumah atau di Masjid ?
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَابْنُ إِدْرِيسَ قَالَا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ [رواه مسلم: الصلاة: خروج النساء إلى المسجد إذا لم يترتب عليه فتنة: 668]
“Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami, ayahku dan Ibnu Idris telah menceritakan kepada kami, keduanya berkata; ‘Ubaidullah telah menceritakan kepada kami, diriwayatkan dari Nafi, diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda ; “Janganlah kalian melarang (mencegah) hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid Allah.” (HR. Muslim)
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا الْعَوَّامُ بْنُ حَوْشَبٍ حَدَّثَنِى حَبِيبُ بْنُ أَبِى ثَابِتٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ » [رواه أبو داود: ماجاء فى خروج النساء إلى المسجد: 567: الجلد 1: 222]
“Usman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami, al-Awwam bin Hausyab telah mengkhabarkan kepada kami, Habib bin Abi Sabit telah menceritakan kepadaku, diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah saw bersabda ; “Janganlah kalian melarang istri-istrimu (mendatangi) masjid-masjid, sedang (shalat di) rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Dawud)
HR. Muslim dari sahabat Ibnu Umar dapat dipahami bahwa kaum laki-laki dilarang untuk menghalang-halangi perempuan pergi ke masjid untuk melakukan shalat berjamaah. Begitupun Buya Hamka menegaskan jika mereka ingin turut dalam shalat Jumat jangan dihalangi. Namun, shalat dirumah lebih afdhal. Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini dan hadis-hadis yang semakna menunjukkan bahwa perempuan tidak dilarang untuk mendatangi masjid, akan tetapi dengan memperhatikan beberapa syarat, misalnya mereka tidak memakai wangi-wangian yang berlebihan, menggunakan pakaian yang menutup aurat, tidak ikhtilat dengan kaum pria, juga tidak menimbulkan fitnah.
Shalat jamaah di masjid bagi perempuan dapat dilakukan di masjid bersama jamaah laki-laki atau di mushala khusus perempuan. Mushala ‘Aisyiyah pertama kali didirikan Nyai Dahlan di Kauman 1922 digunakan untuk shalat jamaah para perempuan, belajar membaca al-Quran, dzikir dan doa, termasuk doa shalat dengan fasih, meluruskan akidah, tuntunan akhlak karimah, muamalah duniawiyah, membimbing kaum wanita ke arah kesadaran beragama, serta meningkatkan harkat martabat kaum wanita.
Tujuan beragama seseorang itu rata-rata untuk mencari ketenangan batin. Dalam masalah pengahayatan keagamaan, tampaknya golongan wanita lebih dominan, karena faktor pembawaan mereka yang umumnya cenderung pertimbangan rasa (emosional). Bagi Wanita, yang terpenting dari keberagamaan itu dapat merasakannya secara langsung. Sehingga terpancar kepribadian yang shalih yang menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesama.
Risalah Perempuan Berkemajuan
Keputusan Muktamar 48 ‘Aisyiyah tahun 2022 tentang Risalah Perempuan Berkemajuan memiliki pandangan terhadap peran perempuan lebih luas. ‘Aisyiyah memandang bahwa dengan karakter berkemajuan, perempuan memiliki kesempatan luas sekaligus penting sebagai aktor perubahan dalam berbagai bidang kehidupan
Risalah Perempuan Berkemajuan didasari pada spirit kelahiran ‘Aisyiyah yang dilandasi oleh nilai-nilai dasar Islam tentang kesetaraan dan kemajuan perempuan di tengah keterbatasan akses, mendorong dan memberi kesempatan perempuan untuk maju dalam seluruh aspek kehidupan.
Islam mengajarkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara di hadapan Allah, saling melengkapi dalam menjalankan tugas dan perannya baik dalam ranah domestik (rumah tangga) maupun publik (masyarakat), keduanya mempunyai potensi, tugas, peran, dan peluang pengembangan diri. Tidak ada superioritas dan subordinasi (diunggulkan dan direndahkan) masing-masing memiliki potensi dan fungsi.
Buya Hamka menegaskan syariat dalam agama Islam manusia sama kedudukannya, mereka hanya satu makhluk yang bernama insan atau manusia, keturunan Adam dan Hawa, yang beroleh kemuliaan di sisi Allah swt hanyalah siapa yang lebih bertaqwa kepada-Nya (QS. Al-Hujurat : 13). Maka jalan yang baik adalah Kembali ke jalan tengah yang diwariskan Nabi saw. Kaum perempuan tidak dikurung dan ditindas, tetapi dipupuk rasa tanggung jawabnya atas dirinya, dengan bimbingan laki-laki, dalam rangka membangun masyarakat yanhg beriman.
Penjelasan Tabir dari Majelis Tarjih
Hijab adalah sesuatu yang dapat menutup/ menjaga pandangan antara pria dan wanita lain (yang bukan muhrim atau bukan suami isteri). Hijab itu boleh berwujud tabir, apabila masih/ tetap dikhawatirkan saling tidak dapat menjaga diri masing-masing dan pandang-memandang yang haram terlarang, boleh juga tidak berwujud tabir, apabila telah terjamin tidak akan ada pandang-memandang yang dikhawatirkan ter-sebut. Jadi, tidak diharuskan menghilangkan tabir dan tidak pula diharuskan memakai tabir.
Mengenai hijab yang mana dari keduanya yang dipilih di jalankan adalah tergantung pada keyakinan/pendapat Muhammadiyah setempat. Apakah akan memakai hijab yang berwujud tabir ataukah yang tidak berwujud tabir.Maksud HPT perihal “cara pelaksanannya diserahkan kepada yang bersangkutan dengan mengingat/ memper-hatikan kondisi, waktu dan tempat”, berarti terserah kepada kita, menurut situasi dan kondisi setempat, bagaimana keyakinan/pendapat dari penyelenggara, lebih baik lagi jika Majelis Tarjih setempat yang menentukan dan memberi-kan petunjuknya.
Oleh : Dr. Sarli Amri, M.Ag